Kamis, 10 Mei 2012
REPOTNYA MENGURUS BBM BERSUBSIDI
Selama Januari - April 2012, konsumsi premium dan solar bersubsidi di beberapa daerah mengalami kenaikan. Kuota premium 8,1 juta kiloliter (KL), ternyata
konsumsi 8,9 juta KL. Sedangkan solar yang kuotanya 4,6 juta KL, konsumsi 4,9 juta KL.
Fakta ini disampaikan oleh VP Komunikasi PT Pertamina Mochamad Harun di Jakarta (1/5). Dikatakannya, Jakarta paling boros BBM, mengkonsumsi 128 persen
terhadap kuota. Disusul kemudian Jawa Barat 116 persen. Sedangkan Jawa Timur, Banten, Jawa Tengah dan Sumatera Utara masing-masing mengkonsumsi 113 persen.
Secara nasional, katanya, sepanjang Januari - April 2012 lalu, realisasi konsumsi BBM subsidi mencapai 14,1 juta KL. "Artinya 107,4 persen terhadap kuota
pada periode berjalan yang ditetapkan sebesar 13,2 juta KL," tambahnya.
Jika tak ada upaya pengendalian, bukan mustahil pada bulan mendatang konsumsi masih akan melebihi kuota. Bagaimana tidak, perbedaan harga BBM bersubsidi dan
Non subsidi sangatlah jauh.
Industri yang seharusnya tidak boleh mengkonsumsi premium dan solar bersubsidi, mencari peluang untuk mendapat energi murah. Pemakai mobil yang dianjurkan
produsen memakai bensin sekelas Pertamax, masih banyak yang memilih premium.
Upaya mendorong konsumen mengganti energi selain BBM, tidaklah mudah. Penyebabnya, BBM masih murah dan mudah didapatkan. Mengganti BBM lain, kan perlu
merubah kebiasaan.
Pemerintah pernah mewacanakan membatasi pemakaian BBM ber subsidi dengan cara membedakan tahun pembuatan atau kapasitas mesin. Mobil keluaran baru tidak
boleh membeli BBM subsidi. Cara lainnya, mobil berkapasitas mesin 1500 CC keatas tidak boleh memakai BBM subsidi. Cara ini tak kunjung diwujudkan. Tentu
saja, tidak mudah mempraktekkan di lapangan.
Sebagai gantinya, pemerintah akan mengambil lima langkah. Pertama, kendaraan dinas pemerintah dilarang menggunakan BBM bersubsidi. Pelaksanaannya dilakukan
bertahap mulai Jabodetbek hingga Jawa-Bali.
Langkah kedua, kendaraan pertambangan dan perkebunan dilarang menggunakan BBM bersubsidi. Kendaraan ini disediakan premium dan solar non subsidi. Ketiga,
mempercepat konversi BBM ke bahan bakr gas (BBG).
Keempat, Perusahaan Listrik Negara (PLN) dilarang menggunakan pembangkit baru berbasis BBM. Harus pindah ke batubara atau energi terbarukan lain. Langkah
kelima, melakukan penghematan listrik di gedung-gedung pemerintah.
Ampuhkah, kelima langkah ini menghambat kenaikan konsum BBM bersubsidi. Hasilnya bisa dilihat dari realisasi konsumsi setelah langkah ini dilakukan.
Memang, membatasi pemakaian konsumsi BBM bersubsidi hanya untuk konsumen yang dirasa layakan merima tidaklah mudah. Cara apapun yang dilakukan, masih ada
cela untuk menyiasati memaksa memakai BBM bersbsidi.***
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar