Jumat, 11 Desember 2009

PLN Kekurangan Gas di Negeri Pengeskpor Gas

PLN mengalami defisit (kekurangan) gas bumi sekitar 435 MMSCFD (Million Metric Standar Cubic Feet per Day). Menurut Dirut PT PLN Fahmi Mochtar, ada dua titik kritis pasokan gas. Pertama, untuk wilayah Sumut, terutama PLTGU Belawan. Dari kebutuhan 130 MMSCFD, baru terpenuhi 20 MMSCFD sehingga kurang 110 MMSCFD. Titik kritis kedua, berada di Jawa. Dari total kebutuhan 875 MMSCFD, hingga saat ini baru terpenuhi 550 MMSCFD sehingga masih defisit 325 MMSCFD.

Ditambahkannya, kebutuhan gas di Jawa akan naik seiring program repowering PLTGU Muara Karang. Pada 2012 defisit akan naik hingga 400 MMSCFD dan pada 2014 membengkak hingga 600 MMSCFSD.

Kekurangan gas ini menghambat program gasifikasi, yaitu menggantikan minyak dengan gas yang harganya lebih murah. Tujuannya untuk menurunkan beban subsidi pemerintah.

Dahlan Iskan, Chairman Jawa Pos Group menulis di korannya, PLTD (pembangkit listrik tenaga diesel) itu haus uang, tapi lembek tenaga. Haus uang karena menghabiskan uang negara. Lembek karena lemah sekali tenaga listrik yang dihasilkannya. Akibatnya, menyengsarakan rakyat di banyak tempat, karena tidak tersedia listrik.

Padahal, tambahnya, kalau PLTD-PLTD itu diubah semua mejadi PLTU kecil dan menengah, bukan saja rakyat di wilayah itu bisa tersenyum, pemerintah juga bisa berhemat sedikitnya Rp. 20 trilun setahun. Kalau wilayah itu cukup listrik, investor berdatangan. Penghasilan pajak akan naik, tenaga kerja akan mengalir.

Defisit ini bukan karena tidak tersedia gas, namun gas yang ada terlanjur diekspor. Menurut data Departemen ESDM, gas yang dijual ke luar negeri lebih besar dari pemakaian sendiri. Tahun 2007 untuk domestik 3.504 MMSCFD (45,6%), ekspor 4.182 MMSCFD (54,4%). Pada 2008, domestik 3.769 MMSCFD (47,8%), ekspor 4.114 MMSCFD (52,2%). Hingga semester pertama 2009, pemakaian domestik 3.943 MMSCFD (47,7%) dan ekspor 4.331 MMSCFD (52,3%).

Ekspor Gas

Ekspor gas dimulai semenjak tahun 1977. Indonesia memasuki era baru untuk pertama kalinya mengekspor gas dalam bentuk LNG. LNG adalah bahan enerji bersih, yang diekspor dalam bentuk cair dan dikenal dengan nama Liquefied Natural Gas. Itulah yang mengantarkan Indonesia menjadi negara produsen utama LNG, untuk ekspor ke Jepang, Korea dan Taiwan.

Karena jarak yang jauh, gas bumi hanya bisa dikirimkan menggunakan kapal tanker khusus dalam bentuk LNG. Mengubah gas alam menjadi LNG diawali dengan menghilangkan unsur tak diperlukan seperti CO2 dan H2S yang terkandung dalam gas. Untuk menghindari pembekuan di dalam LNG maka kadar air dari gas alam yang masuk harus diturunkan sampai kurang dari 1 ppm. Sesudah memisahkan air dan sebelum gas ini dicairkan maka dilakukan pendinginan tahap pertama. Selanjutnya sebagai tahap akhir gas alam didinginkan dan dicairkan di dalam main heat exchanger sehingga gas menjadi cair, dan pendinginan harus berjalan seterusnya sebelum dimasukkan ke dalam tangki penyimpanan.

Barulah setelah itu LNG siap dikirimkan ke pelabuhan tujuan mengunakan kapal tanker khusus untuk disimpan dalam tanki-tanki yang diisolasi secara khusus. Setelah itu dengan proses regasifikasi, LNG dikembalikan kepada bentuknya yang asli dan kemudian dialirkan kepada para konsumen.

Karena pembeli mengeluarkan dana sangat besar untuk menyediakan fasilitas pengiriman dan penerimaan gas, maka kontrak jual beli gas umumnya jangka panjang bisa smpai 20 tahun.

Ketika membangun pembangkit, PLN lebih suka memilih PLTD. Setelah dirasa minyak semakin mahal, barulah terpikir menggantikannya dengan gas. Padahal gas yang ada sudah terikat kontrak penjualan jangka panjang (chusnul busro).***

(Tulisan ini terdapat juga di kompasiana.com).