Rabu, 26 Mei 2010

Haruskah Ada Suap Pemakaian TEL

Beberapa pejabat di lingkungan perminyakan tersangkut suap atas pemakaian zat aditif penaik oktan premium berbahan dasar timbal (tetraethyl lead/TEL).

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah mengajukan permohonan cekal atas enam orang yang diduga terkait kasus suap oleh Innospec. Pejabat tersebut adalah mantan Dirjen Migas – RS, mantan wakil Dirut Pertamina – MS, mantan Direktur Pengolahan Pertamina – SA, Eksekutif PT Sugih Interjaya – WS dan MDS serta HB.

Innospec, perusahaan berbasis di Ellesmere Port, Inggris, mengaku telah menyuap pejabat Indonesia. Suap diberikan agar pejabat ini menunda larangan penggunaan pemakaian TEL yang seharusnya berlaku pada tahun 2000.

KPK terus mendalami dugaan suap yang kini sudah masuk ranah penyelidikan. Lembaga super bodi ini akan menggandeng badan antikorupsi Inggris, Serious Fraud Office (SFO), untuk mendapatkan data tentantg kasus Innospec. Kedua lembaga ini akan menandatangani memorandum of understanding (nota kesepahaman) di London awal Juni.

Memang, pada proses pembutan premium di kilang-kilang pertamina memerlukan pencampuran TEL. Minyak mentah yang diolahdengan proses alami (distilasi, ekstraksi, kristalisasi) maupun pada proses merubah struktur kimia, tidak seluruhnya memenuhi oktan number yang dipersyaratkan. Untuk menaikkan oktan, diperlukan pencampuran TEL.

Jika tidak dilakukan pencampuran, harga BBM jadi mahal, karena kekurangan BBM harus ditutupi dengan impor. Sebenarnya, bagi Pertamina tidak masalah. Saat itu, sistim yang berlaku adalah penggantian at cost. Berapapun biaya yang dikeluarkan oleh Pertamina untuk memproduksi BBM diganti sepenuhnya oleh pemerintah.

TEL atau timbal dikenal sebagai neurotoksin atau racun penyerang syaraf yang bersifat akumulatif dan dapat merusak pertumbuhan otak pada anak-anak. Studi mengungkapkan bahwa dampak timbal sangat berbahaya pada anak-anak karena berpotensi menurunkan tingkat kecerdasan (IQ).

Selain itu, timbal (Pb) sebagai salah satu komponen polutan udara mempunyai efek toksit yang luas pada manusia dan hewan dengan mengganggu fungsi ginjal, saluran pencernaan, sistem saraf pada remaja, menurunkan fertilitas, menurunkan jumlah spermatozoa dan meningkatkan spermatozoa abnormal serta aborsi spontan.

Kronologis penghapuan.

Mantan Direktur Pembinaan Usaha Hilir Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Erie Sudarmo membeberkan kronologis penghapusan pemakaian TEL. Erie menyebutkan penghapusan bensin bertimbal yang dilakukan Departemen Pertambangan dan Energi dimulai dengan diterbitkan SK Menteri Pertambangan dan Energi (MPE) No : 1585K/32/M.PE. 1999 tentang Persyaratan Pemasaran Bahan Bakar Jenis Bensin dan Solar. SK ini diterbitkan pada 13 Oktober 1999.

Keputusan tersebut pada pokoknya menetapkan bahwa pemasaran bahan bakar jenis Bensin di dalam negeri wajib memenuhi persyaratan tidak mengandung timbal atau senyawa timbal dan pelaksanaannya secara bertahap dengan target pelaksanaan sepenuhnya paling lambat tanggal 1 Januari 2003.

Untuk menghilangkan pemakaian TEL, bisa ditempuh dua cara. Yaitu, membangun sarana kilang yang disebut PLB (program langit biru), atau diperlukan impor high octane mogas component (HOMC) cukup besar yakni pada tahun 2003 sebesar 60,24 MBCD. Untuk itu diharapkan dukungan Bappenas agar PLB dapat terealisir dengan dana lunak dari negara donor.

Proyek langit biru di kilang Balongan Pertamina oleh PT Rekayasa Industri baru dimulai pada 17 Maret 2003 dan selesai pada 2005. Sedangkan untuk proyek langit biru Cilacap, BUMN Migas tersebut memilih menundanya dengan pertimbangan prioritas investasi didasarkan atas return yang baik.

Mengenai impor TEL, PT Pertamina (Persero) menegaskan impor zat tambahan bahan bakar tetraethyl lead (TEL) yang dilakukan perseroan sudah sesuai prosedur. "Sebelum tahun 2006, import TEL dilakukan sesuai prosedur pengadaan melalui tender yang ada di Pertamina," ujar juru bicara Pertamina, Basuki Trikora Putra.

Menurut Basuki, sejak awal tahun 2006, BUMN Migas ini sudah tidak lagi impor TEL karena dua alasan, yakni alasan isu lingkungan dan pesaing tidak lagi menggunakan TEL. Selesainya penggunaan ini juga karena kesiapan secara keseluruhan sehingga dapat diproduksi fuel unleaded.

"Bahkan akhir 2006 Pertamina mendapat penghargaan dari UNEP (United Nations Environment Program) pada acara 'Better Air Quality' tanggal 28 Desember 2006 di Yogyakarta," paparnya.

Tentang vonis di Pengadilan Crown Court Southwark, Inggris terhadap Innospec Ltd, Basuki menyatakan pihaknya tidak mengetahui prosesnya. Namun Pertamina tetap menghormati proses hukum yang ada di negara tersebut.

Begitupun soal suap menyuap dalam pengadaan TEL yang dikaitkan dengan Pertamina, ia menyatakan pihaknya juga tidak mengetahuinya secara pasti apa yang menjadi materinya dan seberapa jauh isinya yang diungkap pada proses pengadilan tersebut.

Sementara itu, anggota Komisi VII lainnya, Satya W Yudha meminta agar pemerintah berhati-hati terhadap hasil keputusan pengadilan Inggris tersebut. Menurutnya, dugaan keterlibatan sejumlah mantan pejabat Migas Indonesia baru satu pihak.

"Karena waktu sidang berlangsung, orang-orang yang namanya disebutkan tidak dipanggil untuk memberikan keterangan. Jadi Kita tetap harus menjaga asas praduga tak bersalah," paparnya.

Namun di sisi lain, Satya menilai hasil keputusan pengadilan Inggris tetap bisa dijadikan acuan awal untuk memeriksa yang bersangkutan baik oleh KPK maupun kepolisian. Menurut dia, hasil audit BPK dan BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) terhadap Pertamina dan Ditjen Migas, juga dapat digunakan oleh pihak yang berwenang untuk membuktikan kebenaran tersebut.

Mantan Direktur Pengolahan Pertamina Suroso Atmo Martoyo membantah telah menerima suap dari perusahaan Inggris, Innospec Ltd untuk pengadaan zat tambahan bahan bakar tetraethyl lead (TEL).

"Saya tidak pernah terima itu (suap) baik dari Innospec maupun PTSI (PT Soegih Interjaya yang merupakan principal agent dari Innospec di Indonesia -red)," ujar Suroso. Menurut dia, pengadaan zat tambahan tetraethyl lead (TEL) atau timbal untuk bahan bakar Pertamina sudah melalui proses tender yang benar.

Kebenaran khabar suap tentunya hanya bisa dibuktikan setelah KPK menuntaskan penyelidikan. Kerjasama dengan pihak anti korupsi Inggris, dharapkan melengkapi data yang dimiliki KPK untuk menjerat masalah TEL.***

Senin, 17 Mei 2010

Repotnya Menaikkan Harga Elpiji

Harga elpiji 3 kilogram (kg) sebesar Rp. 12.750 per tabung (Rp. 4.250 per kg). Sedangkan harga elpiji 12 kg saat ini Rp. 70.000 (Rp 5.833 per kg). Padahal harga keekonomian gas elpiji adalah Rp. 8.505 per kg. Selisih harga keekonomian dengan tabung elpiji 3 kg tidak menjadi masalah bagi PT Pertamina (Persero), karena ada subsidi yang menjadi beban pemerintah. Sedangkan dengan elpiji 12 kg, menjadi masalah bagi Pertamina karena harus menjadi beban perusahaan.

Ketika harga minyak mentah cenderung tinggi seperti saat ini, keinginan Pertamina menaikkan harga elpiji 12 kg selalu muncul. Alasannya, tentu saja karena perusahaan menanggung rugi cukup besar.

Deputi Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina Hanung Budya membenarkan pihaknya berkeinginan menaikkan harga elpiji 12 kg tahun ini. Kebijakan ini perlu dilakukan karena kalau tidak, Pertamina terus mengalami kerugian. Menurutnya, kerugian Pertamina dari penjualan elpiji non subsidi pada 2009 sebesar Rp. 2,6 triliun.

VP Corporat Communiation Pertamina Basuki Trikora Putra menegaskan pihaknya akan menaikkan harga elpiji 12 kg. sebab dalam kegiatan usaha elpiji 12 kg, Pertamina selalu merugi. “Harga keekonomian gas elpiji sebenarnya Rp. 8.505 per kg. kami tidak ingin kerugian ini berlangsung lama karena merugikan Pertamina,” jelasnya.

Sebagai badanusaha, tentunya Pertamina harus mendaptkan keuntungan. “Pertamina dan pemerintah sebagai pemegang saham memahami kondisi masing-masing,” lanjutnya.
Sebagai BUMN yang tahun ini ditargetikan memperoleh laba bersih Rp. 25 triliun, tentunya berusaha sebisa mungkin menghindari kegiatan yang mengakibatkan kerugian. Ya, menaikkan elpiji 12 kg itu.

Menteri BUMN Mustafa Abubakar membenarkan kemungkinan harga epiji naik. Namun, besaran dan tahapannya belum diputuskan. Diakuinya, kenaikan akan membebani masyarakatn. Karena itu, pemerintah mengusulkan agar Pertamina tidak menaikkan secara langsung. Tetapi melakukan bertahap.

Nampaknya, pihak pemerintah belum sepenuhnya menerima usulan kenaikan harga elpiji. Menteri ESDM Darmin Zahedy Saleh meminta Pertamina mempertimbangkan kembali rencana itu. “Saya belum dapat laporan dari Dirjen Migas mengenai rencana kenaikan itu,” tambahnya.

Kenaikan harga elpiji 12 kg tidak hanya membebani masyarakat, tetapi dipastikan berpengaruh pada penggunaan elpiji 3 kg. Sering terjadi bencana kebakaran atau ledakan, disebabkan pengoplosan elpiji. Elpiji 3 kg dipindahkan ke tabung 12 kg. Caranya mudah, tabung elpiji isi 3 kg dipindahkan ke tabung 12 kg kosong. Bukankah kualitas elpiji tabung 3 kg dan 12 kg tidak beda. Yang membedakan hanya kemasannya saja. Memang mudah, tetapi beresiko bencana. Karena demi keuntungan lumayan besar, resiko celaka tetap dijalani.

Selain itu, dengan adanya kenaikan, pemakai elpiji 12 kg terdorong pindah menggunakan elpiji 3 kg. kalau masyarakat sudah berbondong-bondong menyerbu elpiji 3 kg, bisa dipastikan stok elpiji 3 kg kosong. Kalau harus menambah jumlah elpiji 3 kg, pemerintah harus siap menambah subsidi.

Mengurangi beban masyarakat dengan memberikan subsidi elpiji 12 kg agar harga tidak naik, jelas tidak bisa dilakukan. Pemerintah memastikan subsidi hanya diberikan kepada masyarakat miskin, yaitu pemakai elpiji 3 kg. Sedangkan pemakai elpiji 12 kg digolongkan masyarakat mampu, yang tak layak mendapat subsidi. Repotnya, masyarakat mampu tak sungkan pindah menggunakan elpiji 3 kg, karena demi menghemat pengeluaran.

Ya, tidak mudah menaikkan harga elpiji. Tak naik, repot Pertamina. Dinaikkan, merepotkan masyarakat dan pemerintah.***

Pertamina Ingin Punya Kapal Sendiri

Untuk memenuhi kebutuhan enam bulan kedepan, PT. PERTAMINA (PERSERO) bermaksud melakukan pengadaan 31 (tigapuluh satu) unit Kapal Charter berjenis Time Charter Scheme. Kapal-kapal ini dimaksudkan untuk mendukung rencana pendistribusian minyak mentah (crude), Bahan Bakar Minyak (BBM), LPG dan STS VLGC (Tug Boat untuk transfer dari kapal ke kapal).

Pada tahun ini juga, PT Pertamina akan memesan sedikitnya 10 kapal tanker baru. Suhartoko, Senior Vice President of Shipping Pertamina, memastikan, Pertamina akan segera menggelar tender enam kapal minyak tanker dan empat kapal elpiji. Nilai investasinya sekitar 200 juta dollar AS. "Tender enam kapal tanker pada bulan ini, sedangkan tender empat kapal elpiji akhir tahun ini," katanya.

Menurut Suhartoko, enam kapal tanker itu untuk memenuhi 10 kapal Pertamina tahun ini hingga 2015. Pertamina akan mengutamakan industri galangan kapal dalam negeri untuk 10 kapal itu, sepanjang galangan tersebut memenuhi kriteria dan kebutuhan Pertamina. Saat ini Pertamina telah mengoperasikan 165-170 kapal. Dari jumlah tersebut, kapal milik Pertamina hanya 35 unit, sisanya adalah kapal sewaan.

Tender kapal Pertamina itu terkait asas pemenuhan kapal berbendera dalam negeri (cabotage) yang mulai berlaku tahun ini. Dari enam kapal ini, Pertamina memesan tiga kapal dengan kapasitas 3.500 dead weight ton (DWT), satu kapal berkapasitas 6.500 DWT, dan dua kapal berkapasitas 17.500 DWT..

Sebelumnya, Pertamina telah mengoperasikan armada kapal baru “MT Gunung Geulis”. MT Gunung Geulis merupakan jenis kapal Aframax/Large Range (LR) dengan panjang keseluruhan/Length Over All (LOA) 243.80 meter berkontruksi double hull dan telah berbendera Indonesia. Kapal ini mengangkut minyak jenis Crude oil/Minyak mentah dari Dumai untuk menunjang peningkatan produksi kilang Balongan. Kapal yang diproduksi tahun 2009 ini merupakan kapal terbesar dan tercanggih berkapasitas 107500 Deadweight Tonnage (DWT) dengan teknologi terkini kendali otomatis dariBridge untuk main equipment di kamar mesin.

Investasi Pertamina dalam bentuk kapal baru diharapkan dapat menekan biaya sewa kapal serta memberikan jaminan tonase jangka panjang sehingga jaminan ketersediaan angkutan laut untuk melayani daerah bencana lebih terjaga. Karena selama ini hanya kapal milik yang sanggup melayani kebutuhan BBM di daerah-daerah tersebut. Hingga 2014 Pertamina menargetkan peremajaan dan penambahan kapal milik hingga 50% dari total kapal yang dioperasikan saat ini.

Hal ini merupakan bagian dari rencana besar peremajaan dan penambahan armada milik sesuai dengan Rencana Jangka Panjang Pertamina. " Dengan bertambahnya armada perkapalan Pertamina, kita harapkan akan mampu mendorong kinerja Fungsi Perkapalan sehingga ke depan akan semakin efisien, efektif, serta tetap memegang prinsip akuntabel dan transparan." ujar Direktur Utama, Karen Agustiawan, saat peresmian kapal di Dumai.

Pada mulanya, Pertamina hanya memiliki dua unit kapal tanker draft rendah dengan kapasitas 3220 DWT yang dibeli secara BBHP dari PT.CALTEX. Saat itu (1959) urusan armada kapal ditangani oleh Divisi Perkapalan, berdasarkan deknit Presiden RI no.44 tanggal 6 Desember tahun 1975 yang mengatur tentang keberadaan Direktorat Perkapalan dan Telekomunikasi (Dit P&T), dan kemudian bersama dengan Dekrit Presiden no 11 Tanggal 15 Maret tahun 1990, Divisi Perkapalan dirubah namanya menjadi Direktorat Perkapalan, Kepelabuhan dan Komunikasi.

Pada saat itulah armada kapal milik sendiri cukup banyak dan didukung personal yang banyak pula. Hanya saja, besarnya armada tidak diikuti dengan manajemen yang baik sehingga mengakibatkan pengelolaan kurang efisien. Biaya pengangkutan minyak dengan kapal sendiri dinilai lebih mahal dibandingkan jika menggunakan kapal sewa. Maka sedikit demi sedikit jumlah kapal milik berkurang, berganti dengan kepal sewa.

Memenuhi tuntutan saat ini, ingin mempunyak kapal sendiri lebih banyak. Terlebih lagi berdasarkan Dekrit Presiden no. 169/2000 tanggal 7 Desember tahun 2000, nama Direktorat diatas dirubah menjadi Pertamina Perkapalan, yang diharapkan mampu bertindak sebagai suatu Unit Bisnis Strategis (SBU) yang diorientasikan menjadi Perusahaan Perkapalan murni di masa depan.***

Sabtu, 01 Mei 2010

Konsumsi BBM Dibatasi, SPBU Asing Semarak

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) merencanakan membatasi konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi. Caranya, mobil pribadi yang mengonsumsi premium atau solar dibatasi. Mobil keluaran tahun 2000 tidak boleh mengisi BBM subsidi. Yang boleh mengisi BBM subsidi adalah mobil keluaran dibawah 2000 dan kendaraan umum pelat kuning.
Penandanya menggunakan stiker, bukan smart card sebagaimana rencana sebelumnya. Cara ini dianggap lebih murah dan pelaksanannya bekerjasama dengan polisi.

Skenario lain pembatasan BBM bersubsidi adalah hanya mengalokasikan untuk kendaraan umum. Cara ini dianggap lebih mudah pelaksanaannya. Cara apapun yang dipilih, rencana ini perlu dikonsultasikan dengan DPR.

Ketua Komisi VII DPR Teuku Riefky Harsya mengatakan, pembatasan penggunaan BBM bersubsidi bagi kendaraan pribadi dengan klasifikasi tertentu bisa diwujudkan. Alasannya, mobil-mobil mewah baik milik pribadi maupunperusahaan besar, sudah selayaknya tidak menggunakan BBM bersubsidi.

Pembatasan penggunaan BBM bersubsidi ini diperkiranakan akanmenurunkan subsidi BBM hingga 40 persen. Sedangkan penyaluran BBM bersubsidi tahun ini melonjak menjadi 40,1 juta kiloliter (KL), melebihi asumsi APBN 2010 sebesar 36,5 juta KL.
Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), Tubagus Haroyno mengatakan, peningkatan knsumsi BBM tahun ini disebabkan beberapa faktor. Pertama, pertumbuhan perekonomian Indonesia pada 2010 diperkirakan 5,8 persen. Kedua, adanya peningkatan konsumsi BBM jenis premium dan solar.

Berdasarkan data BPH Migas, konsumsi premium pada tahun ini mengingkat 9,34 prsen menjadi 23,2 juta KL dari realisasi penyaluran 2009 sebesar 21,2 juta KL. Sedangkan konsumsi solar naik 8,22 persen dari 12,1 juta KL pada 2009 menjadi 13,1 juta KL pada 2010.

Selain untuk menghemat subsidi, pemerintah juga berdalih bahwa pembatasan ini juga dimaksudkan membantu perawatan mesin kendaraan. Sebab, sebagian besar spesifikasi mobil buatan diatas 2000 didesain untuk bahan bakar beroktan diatas 88 atau diatas kelas premium.

Menurut buku pedoman pemilik,mobil keluaran diatas tahun 2000 dianjurtkan menggunakan bensin dengan atau tanpa timbal dengan angka oktan 90 atau lebih tinggi. Penggunaan bahan bakar dengan angka oktanlebih rendah dari yang ditentukan akan mengakibatkan terjadinya knocking (mengelitik). Apabila terlampau berat dapat mengakibatkankerusakan pada mesin.

Menurut ensiklopedia Wikipedia, bilangan oktan adalah angka yang menunjukkan seberapa besar tekanan yang bisa diberikan sebelum bensin terbakar secara spontan. Di dalam mesin, campuran udara dan bensin (dalam bentuk gas) ditekan oleh piston sampai dengan volume yang sangat kecil dan kemudian dibakar oleh percikan api yang dihasilkan busi. Karena besarnya tekanan ini, campuran udara dan bensin juga bisa terbakar secara spontan sebelum percikan api dari busi keluar. Jika campuran gas ini terbakar karena tekanan yang tinggi (dan bukan karena percikan api dari busi), maka akan terjadi knocking atau ketukan di dalam mesin. Knocking ini akan menyebabkan mesin cepat rusak, sehingga sebisa mungkin harus kita hindari.
Membatasi penggunaan premium yang beroktan 88, tentu saja mengharuskan konsumen dengan terpaksan beralih ke jenis BBM lain walaupun harganya lebih mahal.

BBM tidak bersubsidi yang tersedia di pasaran adalah Bensin oktan 92 dikenal dengan nama Pertamax (produksi Pertamina), Super (produksi Shell), dan Primax (produksi Petronas). Sedangkan bensin oktan 95 biasa disebut Pertamax Plus (Pertamina), Super Extra (Shell), dan Primax95 (Petronas).

Mengingat BBM tak bersubsidi tidak hanya dijual di SPBU Pertamina, maka sangat memungkinkan konsumen memilih mendapatkannya di SPBU asing seperti SPBU Shell atau Petronas.

Dari kualitas, tentu saja BBM di SPBU Pertamina, Shell ataupun Petronas tidak jauh beda karena harus memenuhi standar yang ditetapkan pemerintah. Namun dari segi layanan bisa sangat berbeda, seperti keramahan operator, ketepatan ukuran, kecurangan kualitas (oplosan) dan tambahan layanan seperti pompa angin dan lain-lain.

Sudah banyak perubahan yang dilakukan di SPBU Pertamina untuk meningkatkan layanan dengan menggunakan standar layanan Pasti Pas. Namun, kebanyakan masyarakat beranggapan bahwa setiap produk asing mesti lebih baik. Walaupun kampanye cintailah produk-produk Indonesia terus dilakukan, tetap saja produk dan jasa layanan asing masih diminati banyak yang mampu.

Pada saat ini antrian di SPBU Shell dan Petronas tidak seramai di SPBU Pertamina, karena pemakai kendaraan bermotor masih menggunakan premim oktan 88. Nanti kalau sudah dibatasi, tentu saja SPBU asing juga ramai diantri kendaraan bermotor. Dan sangat memungkinkan Shell dan Petronas akan menambah jumlah SPBUnya.***