Rabu, 21 April 2010

Jawa Timur Lumbung Migas

Produksi minyak Jawa Timur (Jatim) saat ini mencapai 100 ribu barel per hari. Hingga tiga tahun kedepan, diharapkan bisa mencapai 260 ribu barel. Penambahan produksi 160 ribu barel itu, diharapkan dari lapangan Cepu yang dikelola Mobil Cepu Ltd (MCL). Lapangan migas lain juga berpotensi untuk menghasilkan migas.

Melihat potensi Jatim ini, wakil Kepala BP Migas Hardiono memastikan, ”Jatim bisa jadi lumbung energi kedepan. Kontribusi Jatim bisa kedua terbesar secara nasional. Saat ini produksi terbesar dari Sumatera Tengah mencapai 400 ribu barel per hari”, (Jawa Post 12/4).

Minyak asal Jatim ini, didapat dari hasil kerja 9 Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS). Sedangkan yang masih mencari minyak (eksplorasi) sebanyak 15 KKKS dan dalam tahap pengembangan 1 KKKS.

Menurut data Ditjen Migas (per 2009), kawasan Jatim menyimpan cadangan minyak sebesar 987.01 miliar barel dan cadangan gas bumi 5.3 juta kaki kubik.

Disamping itu, Jatim juga berpotensi dikembangkan sebagai kluster industri petrokimia berbasis kondensat. Kondensat adalah cairan migas yang keluar bersamaan minyak ataupun gas bumi.

Menteri Perindustrian (Menperin) M.S.Hidayat menilai, Jatim layak dijadikan pengembangan pusat industri berbasis migas. Disamping tersedia bahan baku (kondensat) dan keberadaan pelabuhan, juga ada industri yang mendukung seperti kawasan Gresik, Lamongan dan Tuban.

“Industri harus mengembangkan paradigma baru, yakni menghasilkan barang setengah jadi maupun barang jadi. Selain memiliki nilai tambah, itu bisa mendorong perekonomian daerah,” katanya.

Produk petrokimia yang dihasilkan dari pengolahan kondensat adalah produk aromatic dan olefin. Ini adalah bahan baku untuk industri manufaktur seperti tekstil, plastik, sintetis dan produk-produk lain. Produksi ini didorong oleh pemerintah untuk mengejar ketertinggalan dari Negara Asia. Jika dibandingkan dengan sejumlah negara di Asia, terutama di kawasan Asean, jumlah produksi petrokimia di Indonesia tertinggal jauh.

Jatim memang punya potensi migas untuk energi maupun untuk keperluan industri petrokimia. Namun, kendala di lapangan sering mengakibatkan potensi yang ada tidak mudah dimanfaatkan. Kendala utama adalah masalah lahan.

Kendala itu sudah mulai muncul saat servei seismik. Walaupun sudah dijanjikan akan diberikan ganti rugi jika ada kebun ataupun tambak yang rusak. Tetap saja masyarakat sering menolak lahannya dilakukan kegiatan ini. Alasannya, bisa macam-macam, diantaranya khawatir lahan tidak subur, ikan ‘stres’ tidak mau besar, merusak tambak dan lain-lain. Walaupun sudah diberikan penjelasan bahwa kegiatan tidak banyak memberikan dampak buruk, tetap saja banyak yang menolak dilakukan seismik di lahannya.

Kendala semakin besar saat memerlukan pembebasan lahan. Begitu tahu ada yang memerlukan lahan, apalagi untuk proyek besar Migas, pemilik tanah memasang harga tinggi untuk tanahnya. Harga tanah menjadi berlipat-lipat, sehingga negosiasi berjalan ‘alot’. Belum lagi jika tanah sudah dibeli makelar, pembahasan bisa lebih panjang.

Masih ada kendala lain, seperti perizinan pemakaian lahan dari pemerintah setempat. Misalnya, keterlambatan proyek migas di lapangan Banyu Urip karena menunggu perijinan dari Bupati Tuban. Rencana eksplorasi migas Nort West Lengowangi (Lengowangi-3) juga terkendala oleh sikap Badan Perwakian Desa (BPD) Suci, Kecamatan Manyar Gresik. Mereka beralasan, tanah seluas tiga hektar yang direncanakan untuk sumur migas, sudah bertahun-tahun dikelola oleh desa. Jadi, tanah ini tidak lagi sebagai tanah negara, seharusnya sudah menjadi tanah adat.

Keberadaan sumur migas juga sering ditentang warga. Rencana uji coba flare gas sumur Sukowati desa Campurejo Bojonegoro dipermasalahan warga. Kegiatan ini hanya berlangsung seminggu, dimaksudkan uji produksi dengan membakar gas buangan. Warga di tiga desa sekitar meminta ada nota kesepahaman (MoU) terlebih dahulu sebelum dilakukan uji coba. Mereka minta dampak panas sebagai akibat uji coba harus jelas kompensasinya.***

Minggu, 18 April 2010

Investor Masih Berminat Eksplorasi Migas

Investor perminyakan masih berminat menanamkan modalnya untuk melakukan eksploras di Indonesia. Buktinya, diantara 11 wilayah kerja (WK) minyak dan gas (migas) yang ditawarkan melalui penawaran langsung (joint study) akhir tahun lalu, seluruhnya sudah diminati investor.

“Ini sangat-sangat membesarkan hati saya. Kalau yang lalu (periode I) hanya lima WK yang diminati investor, sekarang semuanya diminati”, kata Dirjen Migas Kementerian ESDM (Enerji dan Sumber Daya Mineral) Evita H.Legowo (Jawa pos 9/4).

Hingga saat ini, baru WK yang ditawarkan melalui penawaran langsung saja yang diketehui hasilnya. Belum bisa diketahi perkembangan terbaru mengenai penawaran WK secara sekeluruhan. Tahapan tender regular baru bisa diketahui hasilnya pada akhir bulan ini.

Keberhasilan ini menyemangati ESDM menawarkan 35 WK migas kawasan timur pada tahun ini. Sebanyak 19 WK migas ditawarkan melalui tender regular dan 16 WK migas ditawarkan melalui penawaran langsung (joint study).

Indonesia masih dipercaya menyimpan cadangan migas yang ‘menantang’ untuk dieksplorasi. Data Kementerian ESDM menyebutkan, bahwa cadangan minyak di perut bumi Indonesia pada tahun 2009 sebesar 7,998.49 MMSTB (milyar barrel). Terdiri dari cadangan terbukti 4,303.10 MMSTB dan cadangan potensial 3,695.33 MBST. Sedangkan cadangan gas bumi sebanyak 159.63 TSCF (juta kaki kubik), meliputi cadangan terbukti 107.34 TCF dan cadangan poensial 52.29 TCF.

Walaupun dipercaya menyimpan kekayaan migas, upaya membuktikannya harus dengan kemampuan teknologi dan dana besar. Semula dilakukan serangkaian studi awal. Meliputi pembuatan peta topografi, pemeriksaan batuan oleh ahli bumi (geologi).

Barulah setelah itu, dilanjutkan dengan melakukan kegiatan seismik. Kegiatan ini adalah melakukan perekaman kondisi dibawah tanah. Caranya, melakukan peledakan dinamit di banyak titik, di kawasan ribuan kilometer. Dari bunyi ledakan dihasilkan pantulan suara dan direkam untuk ‘diterjemahkan’ menjadi peta lapisan bawah tanah. Melalui hasil kegiatan seismik ini bisa diperkirakan letak terperangkapnya migas diantara bebatuan.

Tentu saja ini masih dugaan. Untuk membuktikan apakah benar terdapat migas, tentu saja harus dilakukan pengeboran. Dari hasil studi beberapa pengeboran eksplorasi bisa diketahui besarnya kandungan migas. Jika hasilnya dinilai cukup ekonomis, diikuti dengan pembuatan infrastruktur pendukung, seperti pipa, tangki penyimpanan dan lainnya. Jika biaya produksi lebih besar dari hasil migas, tentu saja sumur ini ditutup dan ditinggalkan (dry hole)

Eksplorasi migas identik dengan ‘perjudian’. Tidak setiap mengelola WK mendapatkan hasil. Sudah puluhan investor yang datang mengelola WK dan harus pergi tanpa hasil. Jika ini terjadi, maka semua biaya yang telah dikeluarkan ditanggung sendiri oleh investor. Investor tidak mendapat penggantian dari pemerintah. Kerugian ditanggung sendiri.

Barulah jika investor berhasil mendapatkan migas, maka seluruh biaya yang telah dikeluarkan oleh investor mendapat penggantian (cost recovery) yang diperhitungkan dengan hasil migas.

Pemerintah tidak perlu menyediakan dana sendiri. Cadangan migas yang sudah terbentuk jutaan tahun lalu marupakan karunia Tuhan untuk dinikmati manusia.

Karena keharusan menyediakan tenaga terampil dan dana besar serta harus siap menanggung rugi besar, mengharuskan investor pikir-pikir dalam mencari migas. Tentu, investor memintati WK migas Jika dinilai ada prospek menghasilkan migas. Jelas investor perminyakan tidak akan pernah melakukannya dengan coba-coba.***

Senin, 12 April 2010

Pelumas Pertamina Belum Berjaya di Negeri Sendiri

Pertamina, mulai mengekspor pelumas ke manca negara, salah satunya Australia. Pelumas produk Pertamina merek Fastron, Meditran, dan Prima XP, kini terpajang rapi di rak-rak bengkel OliMart di kawasan Enmore, Sydney.
Pertamina optimis produknya bisa diterima baik di Australia. Hingga lima tahun kedepan, bisnis pelumas Pertamina di Australia ditargetkan mencapai diatas 5.000 KL/tahun

Keberhasilan merambah bisnis pelumas ke sebuah negara yang warganya terkenal rasional, mengutamakan kualitas, dan representasi komunitas masyarakat maju, memantapkan perluasan pasar luar negeri yaitu Belgia, Pakistan UAE, Myanmar, Singapore, Taiwan dan lainnya.

Pertamina bangga dengan pelumas-nya. Karena, pelumas Pertamina masih menjadi raja di Indonesia, menguasai lebih dari 54 persen pangsa pasar. Bahkan untuk sektor industri, market share Pertamina hampir 65 persen,

Pertamina mengaku unggul di bidang pelumas karena memiliki semua yang dibutuhkan konsumen. Pertamina memiliki oli sintetik dan mineral. Untuk mesin-mesin baru di otomotif misalnya membutuhkan oli sintetik. Karena teknologinya membutuhkan oli yang lebih encer dibandingkan oli mineral.

Pertamina memiliki resources atau bahan dasar pembuatan pelumas, kilang atau tempat pengolahannya, sumber daya manusia yang berkompeten, dan konsumen yang loyal. Disamping itu, resources atau bahan pembuat pelumas sintetik keluaran Dumai merupakan yang terbaik di kelasnya.

Sedangkan dari sisi kilang atau pabriknya, Pertamina memiliki UPP (Unit Produksi Pelumas) yang tercanggih. UPP di Gresik telah melakukan proses inline blending. Pencampuran antara base oil dan zat aditif dilakukan dipipa dan terkomputerisasi.

Maka, layak pelumas Pertamina mendapat pengakuan dari pabrikan dunia internasional. Diantaranya, Komatsu, Niigata, Caterpillar, Wartsila, dan masih banyak lagi telah memberikan sertifikasi. Sertifikat dari American Petroleum Institute (API), Japanese Automobile Standard Organization (JASO), Association des Constructeurs European d'Automobiles (ACEA) sudah dikantongi. Beberapa pabrikan otomotif, seperti Volvo dan DaimlerChrysler juga telah memberikan pengakuannya.

Keberhasilan menguasai pasar dalam negeri dan masuk pasar internasional, tidak saja karena keunggulan produknya. Sebaik apapun suatu produk, jika tidak dikemas dalam pemasaran yang baik, tidak akan ‘dilirik’ konsumen.

Upaya Pertamina ‘merajai’ pasar pelumas, diantaranya dilakukan dengan merestrukturisasi organisasi Pemasaran. Pada mulanya, urusan pelumas ditangani divisi Pemasaran yang juga menangani pemasaran Bahan Bakar Minyak (BBM), Elpiji dan produk lainnya. Kini urusan pelumas ditangani oleh Divisi tersendiri. Tentu saja, harapannya bisa lebih fokus, lebih lincah, lebih mudah menangkap peluang dan mudah diukur kinerjanya.

Selanjutnya, berbagai program untuk memperbanyak ‘outlet’ pelumas gencar dilakukan. Semula, pelumas hanya mudah didapat di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU). Kini bisa didapat di banyak tempat, baik pengecer maupun agen pelumas resmi.

Untuk mendapatkan ujung tombak pemasaran, Pertamina memanfaatkan mekanik tradisional. Diantaranya, melalui program Corporate Sosial Responsibility (CSR) "Sehat Bersama Pertamina", Pertamina memberikan jaminan kesehatan bagi 1000 mekanik tradisional yang memiliki penghasilan maksimal setara UMR.

Program ini bertujuan untuk memberikan akses pelayanan kesehatan yang layak untuk para mekanik dari bengkel-bengkel yang telah bekerjasama dengan Pertamina dalam memasarkan Pelumas Pertamina.

Pertamina boleh bangga dengan prestasinya. Namun, kebanggan ini nampaknya belum lengkap. Di banyak bengkel resmi mobil, pelumas Pertamina tidak mudah didapat. Kalau kita datang ke bengkel resmi Toyota, Honda atau lainnya, mekanik tidak akan menawarkan pelumas Pertamina untuk penggantian oli. Oli Pertamina memang tidak terdapat di bengkel-bengkel resmi. Bengkel-bengkel ini lebih suka menawarkan pelumas impor.

Padahal tersedianya pelumas Pertamina di tempat ‘prestise’ seperti di bengkel-bengkel resmi ini, akan semakin menaikkan prestise pelumas Pertamina. ***