Minggu, 28 Februari 2010

Lingkungan Hidup Untuk Siapa

Pemerintah memberlakukan Undang Undang (UU) nomor 32 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH). UU PPLH ini ditetapkan pada 3 Oktober 2009 dan mulai berlaku 1 April 2010.

UU ini diperlukan mengingat, bahwa kualitas lingkungan hidup yang semakin menurun telah mengancam kelangsungan perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Pertimbangan lain, mengingat pemanasan global yang semakin meningkat mengakibatkan perubahan iklim sehingga memperparah penurunan kualitas lingkungan hidup.

Aturan ini mengharuskan beberapa perusahaan wajib dilengkapi dengan amdal (analisa mengenai dampak lingkungan hidup). Maka, perusahaan tidak bisa menghindari untuk melakukan pengelolaan lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran atau kerusakan lingkungan.

Setelah memiliki amdal, perusahaan wajib memiliki izin lingkungan. Ini merupakan persyaratan untuk memperoleh izin usaha atau kegiatan. Aturan ini mendorong perusahaan harus mengikuti ketentuan baku mutu udara, baku mutu air, baku mutu air laut dan baku kerusakaan lingkungan hidup.

Perusahaan tidak bisa ‘main-main’ dengan UU ini, karena pelanggaran lingkungan mengakibatkan sanksi administratif dan pidana. Sanksi adminstratrif bisa berupa teguran tertulis, paksaan hingga pembekuan dan pencabutan izin lingkungan. Tanpa izin lingkungan, tentu perusahaan tidak bisa menjalankan usahanya. Sedangkan sanksi pidana bisa berupa penjara belasan tahun dan denda hingga puluhan miliar rupiah.

Bagi setiap orang yang menginginkan terpeliharanya lingkungan, tentunya tidak ada masalah dengan UU ini. Namun, ketika akan dijalankan mulai menimbulkan masalah, karena berdampak berkurangnya pendapatan pemerintah dari hasil poduksi migas.

Industri migas dikhawatirkan akan menurunkan target produksi, karena harus menutup beberapa lapangan produksi. “Kalau standar baku mutu betul-betul diterapkan per April 2010 seperti apa adanya, hampir separuh target produksi migas nasional tidak dapat diproduksikan karena banyak industri migas dalam waktu dekat tidak dapat memenuhi standar baku mutu temperatur air dari 45o menjadi 40o”, ujar Dirjen Migas, Evita H. Legowo usai memberi sambutan pada acara Bedah Buku Keselamatan Instalasi Migas, Rabu (24/2).

Untuk menerapkan baku mutu lingkungan terkait temperatur air seperti yang dipersyaratkan tersebut, diperlukan proses yang tidak sederhana dan membutuhkan investasi yang besar sehingga tidak dapat diterapkan dalam waktu cepat. PT. Chevron dan PT. Pertamina sebagai penyumbang produksi migas nasional terbesar yang paling merasakan dampak pemberlakuan standar baku mutu lingkungan tersebut.

Dirjen Migas sudah melaporkan hal tersebut kepada Menteri Negara Lingkungan Hidup karena permasalahan ini harus diselesaikan segera agar tidak mengganggu produksi migas nasional yang berdampak pada penerimaan negara.

Kementerian ESDM sekarang ini sedang berusaha membicarakannya dengan Menko Perekonomian terkait permasalahan Permen tersebut, karena jika produksi migas dihentikan akan mengganggu perekonomian tidak hanya sektor ESDM dan lingkungan.

Saat ini lanjut beliau, Menteri ESDM sudah menulis surat kepada Menko Perekonomian untuk dapat memecahkan permasalahan ini secara bersama-sama dan sementara ini Kementerian ESDM akan meminta penundaan waktu 2 tahun pemberlakuan UU No. 32 Tahun 2009 sejak diberlakukan Oktober 2009.

Penurunan produksi migas bukan masalah kecil. Sekitar 30 persen penerimaan APBN berasal dari sektor migas. Dalam APBN 2010 ditetapkan produksi sebesar 965 ribu barel per hari (bph).

Melesetna target lifting akan berpengaruh terhadap penerimaan negara. Setiap berkurang 10.000 barel penerimaan negara berkurang Rp. 3 triliun

Seharusnya UU dibuat untuk kebaikan bersama, nyatanya malah mendatangkan keburukan bersama.***

Selasa, 23 Februari 2010

Lho, Bu Karen Masih Dirut Pertamina

Kementerian Badan Usha Milik Negara (BUMN) merombak direksi Pertamina. Ada pejabat lama yang dipertahankan, dan ada pejabat baru yang masuk. Karen Agustiawan masih dipercaya sebagai Direktur Utama. Pejabat yang geser tempat Rukmi Hardihartini, semula Direktur Pengolahan menjadi Direktur SDM. Waluyo yang pernah menduduki Direktur Umum dan SDM, kini menjadi Direktur Umum-Aset. Federick ST Siahaan tak lagi menempati Direktur Keuangan, digantikan M.Afdal Bahaudin. Nasib serupa dialamai Ahmad Faisal, harus rela melepaskankan kursi Direktur Pemasaran-Niaga untuk digantikan Iwan Djalinua. Karen yang bernama lengkap Galaila Karen Agustiawan, tak lagi rangkap jabatan sebagai Direktur Hulu, dengan masuknya Bagus Setyarja sebagai jajaran direksi.

Pergantian jajaran direksi Pertamina sudah disuarakan semenjak akhir tahun lalu. Menteri BUMN, Mustafa Abubakar mengatakan, restrukturisasi manajemen di Pertamina tidak hanya menyentuh personal direksi, namun juga organisasi jajaran direksi. “Struktur BOD (board of director/dewan direksi) akan berubah. Sebab, disektor-sektor tertentu sepertinya dibutuhkan penambahan dan penguatan,” katanya.
Saat itu ada dua posisi kosong di jajaran direksi Pertamina, yakni direktur hulu yang masih dirangkap oleh Dirut Pertamina yang sebelumnya memang direktur hulu. Juga kursi direktur Umum dan SDM yang kosong setelah Waluyo menjadi pimpinan KPK.
Ternyata benar, ada perubahan struktur BOD. Jabatan Wakil Dirut tidak dikenal lagi. Direktur Umum dan SDM yang semula menjadi satu, kini dipisah dan Direktur Umum ada penekanan menangani Aset.

Mempertahankan kursi Karen, sudah terdengar pada awal tahun ini. Usai menerima kunjungan jajaran direksi Pertamina, Menteri BUMN menegaskan, tidak akan menggantikan kursi Karen yang menjadi Dirut semenjak Pebruari 2009 lalu. Mustafa menegaskan jabatan Wakil Dirut dipastikan akan dihilangkan.
Perlunya perombakan direksi Pertamina, Mustafa mengatakan dimaksudkan untuk meningkatkan kinerja. “Supaya tidak kehilangan momentum peningkaan kinerja Pertamina, baik dalam profit maupun pelayanan publik. Tahun 2010 sangat bagus, saya kira harus dimanfaatkan sebaik-baiknya. Diperlukan profesionalisme yang tinggi, solidarias tim yang kuat dengan komando yang betul-betul dengan tim yang andal,” harapnya.

Bukan Tanpa Masalah

Karen adalah alumni Institut Teknologi Bandung (ITB) jurusan Teknik Fisika tahun 1983. Setelah lulus dari ITB, Karen mengawali karirnya di Mobil Oil Indonesia (1984 - 1989), lalu Mobil Oil Dallas USA (1989 - 1992), Mobil Oil Indonesia (1992 - 1996), CGG Petrosystem di Indonesia (1998), Landmark Concurrent Solusi Indonesia (1998 - 2002), dan Halliburton Indonesia (2002-- 2006). Baru setelah itu Karen masuk ke Pertamina sebagai Staf Ahli Dirut (2006), Direktur Hulu Pertamina (Maret 2008) dan akhirnya mencapai puncak sebagai Direktur Utama Pertamina (Februari 2009).
Ketika baru saja menduduki kursi Dirut, Karen sudah menghadapi masalah. Beberapa anggota DPR RI mempertanyakan pengangkatannya sebagai Dirut Pertamina ke-12. Bahkan ada yang melecehkan layaknya seorang satpam. Tidak terima dengan perlakuan ini, Pertamina bereaksi dengan mengirimkan surat yang ditandatangani Sekretaris Perseroan. “Yang penting pihak mereka (DPR) itu harus tahu who I am. Di sini itu saya duduk sebagai apa. Itu saja. Saya hanya memberi sinyal, This is who I am, and this is the biggest BUMN. Jadi kalau misalnya kami dipermalukan, berarti seluruh perusahaan ini juga dipermalukan. Itu saja yang ingin saya katakan. Paling tidak, saya bersikap untuk perusahaan ini,” katanya.

Tugas Karen tidak ringan. Anak bungsu dari sembilan bersaudara, anak pasangan Prof. Dr. Soemiatno dan R. Asiah Hamimzar ini, bertekad mempercepat Transformasi BUMN minyak. Visinya menjadi world class oil and gas company . Kalau transformasi berjalan, ia yakin, BUMN yang lain akan mengikuti Pertamina. Ia ingin Pertamina menjadi role model. Dikatakannya, perusahaan ini harus menjadi national empowerment. Jangan lulusan yang terbaik itu malah kerjanya ke tempat yang lain. Perusahaan ini harus menjadi tempat di mana orang-orang Indonesia yang terbaik bekerja.

Selain dipermasalahkan oleh DPR pada pada awal kepemimpinannya, dalam perjalannya berikutnya Karen tidak banyak “digunjing” banyak pihak. Boleh jadi, tidak banyak yang bisa dijadikan sasaran tembak. Masalah kelangkaan BBM, tidak sering terjadi. Walaupun kelangkaan masih saja terjadi, namun tidak sesering pada era sebelumnya.
Dalam hal produksi, pestasi Pertamina lumayan baik. Ketika perusahaan-perusahaan besar dunia yang beroperasi di Indonesia cenderung turun alamiah produksinya ( decline), pada saat yang sama Pertamina justru menunjukkan kenaikan produksi. Coba bandingkan saja, ketika akhir 2008 tingkat produksi minyak sebesar 116,6 MBOD (juta barrel per hari), selanjutnya pada tahun 2009 produksi minyak Pertamina sudah mencapai rata-rata 127,1 MBOPD.

Keinginan menjadikan perusahaan berkelas dunia, setidaknya sudah mulai Nampak. Tahun ini Pertamina merencanakan membangun SPBU di Malaysia dan Australia. Ekspor pelumas sudah dilakukan. Kerjasama untuk mengeksplorasi minyak dilakukan dengan beberapa perusahaan asing.

Saat baru saja dilantik, Karen sudah berani menjanjikan akan bisa mengalahkan Petronas Malaysia jika diberikan fasilitas yang sama. “Kalau Petamina diberi fasilitas seperti Petronas, Pertamina akan jauh lebih besar daripada Petronas. Kalau direksi yang baru ini dipindah ke Petronas, saya yakin Petronas bisa lebih besar daripada yang sekarang ini,” ujarnya.

Hambatan yang dirasakan Pertamina selama ini berupa pelaksanaan Public Service Obligation (PSO), program konversi minyak tanah ke elpji tiga kilogram, dan penarikan deviden sebesar 50% dari laba bersih.

Bu Galaila Karen Agustiawan harus bisa membuktikan, kalau dirinya layak dipertahankan sebagai Dirut dengan mewujudkan Pertamina berkelas dunia (chusnul busro).***

Sabtu, 13 Februari 2010

Bagaimana PLN Meningkatkan Layanan

PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) menjanjikan tidak akan ada lagi kekurangan listrik di seluruh penjuru, baik di Jawa maupun di luar Jawa. Untuk mengatasinya, akan dibangun pembangkit listrik 10 ribu Megawatt tahap II.

Untuk mengatasi ‘byar-pet’ di luar Jawa, PLN menempatkan genset di 14 kota. Genset ini disewa selama 2 tahun dengan biaya Rp. 2 triliun per tahun. PLN hanya membayar sewa setiap Kwh (kilowatt per hour).

Disamping itu, akan memproses kembali permohonan pembangkit listrik mandiri (independent power producers/IPP) di daerah pertambangan. Ada sekitar 30 pengolah tambang di Sumatera pernah mengajukan ijin ke PLN, namun belum ditindak lanjuti.

Dirut PT PLN, Dahlan Iskan menyampaikan janji manis ini saat rapat kerja dengan Komisi VII DPR di Jakarta baru-baru ini.

Nampaknya, pembenahan masalah-masalah di hulu kelistrikan sudah banyak dilakukan. Selain rencana menambah pembangkit, PLN juga berupaya bekerja dengan efisien. Caranya, mengatasi kekurangan pasokan gas sehingga bisa menghemat Rp. 15 triliun per tahun. Sistim pengadaan barang juga dibenahi. Dicontohkan, pengadaan satu jenis barang dengan sistim baru dapat dihemat Rp. 55 miliar. Kalau dulu harus dibeli dengan harga Rp. 120 miliar kini cukup dibeli seharga Rp. 65 miliar.

Setelah membenahi sektor hulu, pada April nanti PLN akan membenahi sektor hilir, utamanya upaya meningkatkan layanan pada pelanggan. Bagaimana caranya ? Belum banyak kita dengar. Dapat dipastikan, membenahi layanan tidak akan mudah, karena berkaitan dengan merubah budaya kerja. Perlu waktu lama dan hasilnya tidak dapat langsung dirasakan.

Buruknya layanan PLN sudah diketahui Pak Dahlan Iskan. Ketika ada pemadaman di sebuah RT di Surabaya, ia mendatangi tempat kejadian dengan berpayung karena hujan. Untuk menggantikan satu travo perlu waktu 10 jam. PLN baru mengetahui ada listrik padam setelah 4 jam, perbaikan selesai 6 jam kemudian. Padahal, seharusnya masalah dapat diatasi hanya 3 jam saja

Meningkatkan layanan

Pada beberapa perusahaan, upaya meningkatkan kinerja diawali dengan mengganti logo perusahaan. Contohnya : logo BNI 46 semula perahu layar diganti angka 46, kuda laut Pertamina diganti anak panah.

Pergantian logo, sebagai deklarasi bahwa perusahaan sedang melakukan perubahan, dan berharap semua stakeholder merubah sikap pada perusahaan. Bagi manajemen dan karyawan, sebagai komitmen untuk siap melakukan perubahan.

Setelah mengganti logo, perusahaan yang berbenah diri lazimnya mengenalkan Visi dan Misi baru. Keinginan perusahaan dan cara mencapainya dituliskan dalam visi – misi ini, dan dipasang di banyak tempat sehingga semua karyawan mengetahuinya.

Selanjutnya, mengajak semua karyawan termasuk tenaga outsorcing, untuk mewujudkan visi – misi. Banyak kegiatan yang harus dilakukan, seperti mengadakan sosialisasi, workshop dan banyak lainnya. Kadangkala, pendekatan keagamaan juga digunakan. Mengingatkan, bahwa berbuat baik adalah perintah agama. Karya yang bermanfaat untuk banyak orang akan mendatangkan pahala.

Perusahaan biasanya melibatkan konsultan berpengalaman, untuk menggerakkan dan mempengaruhi karyawan agar mau menerima perubahan. Program, dibuat untuk semua lapisan karyawan. Dilakukan beberapa kali, untuk meyakinkan program perusahaan bisa diterima.

Untuk mempercepat perubahan perilaku, diikuti perubahan sistim dan prosedur kerja. Termasuk penetapan sistim reward and punishment. Tidak boleh ada lagi, karyawan rajin dan malas mendapatkan promosi sama. Gaji karyawan tidak cukup atas dasar kehadiran, namun harus didasarkan pada kinerja yang dicapai. Bagi yang sulit menerima perubahan, diberikan kesempatan mengundurkan diri dengan pesangon yang menguntungkan.

Sudah menjadi perilaku dasar manusia umumnya, jika sudah merasa mapan tidak bersedia untuk berubah. Khawatir perubahan akan menyulitkan dirinya. Kekhawatiran ini sudah terjadi di PLN. Ketika Dirut PLN dilantik, langsung disambut demo Sarikat Pekerja karyawan, menyegel kantor Dirut dan beberapa General Manajer mengancam untuk mengundurkan diri.

Sanggupkah PLN berbenah diri meningkatkan layanan kepada pelanggan. Hanya terwujud jika ada perubahan sikap, mental karyawan. ***

Senin, 08 Februari 2010

Ternyata PLN Bisa Mendapatkan Gas

PT PLN menjanjikan bisa menghemat subsidi sebesar Rp. 15 triliun, dari peralihan penggunaan BBM ke gas. Dirut PLN, Dahlan Iskan ingin membuktikan janjinya, bahwa dengan mengganti mesin pembangkit yang boros BBM dengan gas, akan diperoleh penyediaan listrik yang efisien.

Kepastian memperoleh gas ini didapat setelah pemerintah merencanakan membangun floating storage receiving terminal LNG. Ini adalah sarana untuk menerima LNG dalam bentuk cair untuk disimpan. Selanjutnya diubah kembali menjadi gas sebelum digunakan sebagai bahan bakar.

Terminal akan dibangun di empat tempat, yaitu di Jawa Barat, Jawa Timur, Bali dan Sumatera Utara. Receiving terminal ini untuk menerima LNG dari Kilang Tangguh, Kilang Bontang dan beberapa kilang lain termasuk impor dari Qatar.

PLN tidak perlu membangun sendiri Receiving terminal. Pertamina dan PGN akan bekerja sama membangunnya di Jawa Barat dengan share 60 – 40 persen. Untuk di Sumatera dibangun oleh PGN dan di Jawa Timur dibangun oleh Pertamina. Sedangkan PLN bertindak sebagai pembeli gas (offtaker).

Biaya membangun setiap storage sekitar USD 230 juta. Teknologi floating storage dipilih karena paling efisien, paling cepat dan paling murah dan diharapkan pada September 2011 sudah bisa beroperasi.

Dengan beroperasinya terminal ini, PLN bisa memenuhi kekurangan gas yang mencapai sekitar 435 MMSCFD. Pada 2012 defisit akan naik hingga 400 MMSCFD dan pada 2014 membengkak hingga 600 MMSCFSD.

Keempat terminal penerima gas ini, akan menerima gas milik Pertamina sebanyak 780 MMSCFD. Rinciannya, di Jawa Barat 400 MMSCFD, Jawa Timur 160 MMSCFD, Sumatera Utara 160 MMSCFD dan Bali 60 MMSCD.

Sebenarnya, PLN mempunyai peluang mendapatkan LNG semenjak dulu. Hanya saja, tidak dilakukan karena harganya dinilai terlalu tinggi. Harga LNG sampai di Jawa sebesar US $ 12,16 per MMBTU ( Million Matrix British Termal Unit). Harga ini meliputi harga gas di mulut sumur US $ 6,16 per MMBTU, biaya menjadikan LNG US $ 3 per MMBTU, biaya angkut ke Jawa US $ 2 per MMBTU dan regasifikasi US $ 1 per MMBTU.

Bahkan, saat itu PLN hanya akan membeli gas jika pihaknya membangun pembangkit di sekitar mulut ladang gas. Sebab, jika gas tersebut dibawa ke Jawa dalam bentuk LNG harganya menjadi tidak ekonomis.

Dirut PLN yang baru berpikir lain. Walau LNG tergolong mahal, masih lebih murah jika dibandingkan BBM. Bukankah harga bahan bakar cenderung bertahan seperti saat ini, dan tak ada tanda-tanda untuk turun (chb).***