Selasa, 23 Februari 2010

Lho, Bu Karen Masih Dirut Pertamina

Kementerian Badan Usha Milik Negara (BUMN) merombak direksi Pertamina. Ada pejabat lama yang dipertahankan, dan ada pejabat baru yang masuk. Karen Agustiawan masih dipercaya sebagai Direktur Utama. Pejabat yang geser tempat Rukmi Hardihartini, semula Direktur Pengolahan menjadi Direktur SDM. Waluyo yang pernah menduduki Direktur Umum dan SDM, kini menjadi Direktur Umum-Aset. Federick ST Siahaan tak lagi menempati Direktur Keuangan, digantikan M.Afdal Bahaudin. Nasib serupa dialamai Ahmad Faisal, harus rela melepaskankan kursi Direktur Pemasaran-Niaga untuk digantikan Iwan Djalinua. Karen yang bernama lengkap Galaila Karen Agustiawan, tak lagi rangkap jabatan sebagai Direktur Hulu, dengan masuknya Bagus Setyarja sebagai jajaran direksi.

Pergantian jajaran direksi Pertamina sudah disuarakan semenjak akhir tahun lalu. Menteri BUMN, Mustafa Abubakar mengatakan, restrukturisasi manajemen di Pertamina tidak hanya menyentuh personal direksi, namun juga organisasi jajaran direksi. “Struktur BOD (board of director/dewan direksi) akan berubah. Sebab, disektor-sektor tertentu sepertinya dibutuhkan penambahan dan penguatan,” katanya.
Saat itu ada dua posisi kosong di jajaran direksi Pertamina, yakni direktur hulu yang masih dirangkap oleh Dirut Pertamina yang sebelumnya memang direktur hulu. Juga kursi direktur Umum dan SDM yang kosong setelah Waluyo menjadi pimpinan KPK.
Ternyata benar, ada perubahan struktur BOD. Jabatan Wakil Dirut tidak dikenal lagi. Direktur Umum dan SDM yang semula menjadi satu, kini dipisah dan Direktur Umum ada penekanan menangani Aset.

Mempertahankan kursi Karen, sudah terdengar pada awal tahun ini. Usai menerima kunjungan jajaran direksi Pertamina, Menteri BUMN menegaskan, tidak akan menggantikan kursi Karen yang menjadi Dirut semenjak Pebruari 2009 lalu. Mustafa menegaskan jabatan Wakil Dirut dipastikan akan dihilangkan.
Perlunya perombakan direksi Pertamina, Mustafa mengatakan dimaksudkan untuk meningkatkan kinerja. “Supaya tidak kehilangan momentum peningkaan kinerja Pertamina, baik dalam profit maupun pelayanan publik. Tahun 2010 sangat bagus, saya kira harus dimanfaatkan sebaik-baiknya. Diperlukan profesionalisme yang tinggi, solidarias tim yang kuat dengan komando yang betul-betul dengan tim yang andal,” harapnya.

Bukan Tanpa Masalah

Karen adalah alumni Institut Teknologi Bandung (ITB) jurusan Teknik Fisika tahun 1983. Setelah lulus dari ITB, Karen mengawali karirnya di Mobil Oil Indonesia (1984 - 1989), lalu Mobil Oil Dallas USA (1989 - 1992), Mobil Oil Indonesia (1992 - 1996), CGG Petrosystem di Indonesia (1998), Landmark Concurrent Solusi Indonesia (1998 - 2002), dan Halliburton Indonesia (2002-- 2006). Baru setelah itu Karen masuk ke Pertamina sebagai Staf Ahli Dirut (2006), Direktur Hulu Pertamina (Maret 2008) dan akhirnya mencapai puncak sebagai Direktur Utama Pertamina (Februari 2009).
Ketika baru saja menduduki kursi Dirut, Karen sudah menghadapi masalah. Beberapa anggota DPR RI mempertanyakan pengangkatannya sebagai Dirut Pertamina ke-12. Bahkan ada yang melecehkan layaknya seorang satpam. Tidak terima dengan perlakuan ini, Pertamina bereaksi dengan mengirimkan surat yang ditandatangani Sekretaris Perseroan. “Yang penting pihak mereka (DPR) itu harus tahu who I am. Di sini itu saya duduk sebagai apa. Itu saja. Saya hanya memberi sinyal, This is who I am, and this is the biggest BUMN. Jadi kalau misalnya kami dipermalukan, berarti seluruh perusahaan ini juga dipermalukan. Itu saja yang ingin saya katakan. Paling tidak, saya bersikap untuk perusahaan ini,” katanya.

Tugas Karen tidak ringan. Anak bungsu dari sembilan bersaudara, anak pasangan Prof. Dr. Soemiatno dan R. Asiah Hamimzar ini, bertekad mempercepat Transformasi BUMN minyak. Visinya menjadi world class oil and gas company . Kalau transformasi berjalan, ia yakin, BUMN yang lain akan mengikuti Pertamina. Ia ingin Pertamina menjadi role model. Dikatakannya, perusahaan ini harus menjadi national empowerment. Jangan lulusan yang terbaik itu malah kerjanya ke tempat yang lain. Perusahaan ini harus menjadi tempat di mana orang-orang Indonesia yang terbaik bekerja.

Selain dipermasalahkan oleh DPR pada pada awal kepemimpinannya, dalam perjalannya berikutnya Karen tidak banyak “digunjing” banyak pihak. Boleh jadi, tidak banyak yang bisa dijadikan sasaran tembak. Masalah kelangkaan BBM, tidak sering terjadi. Walaupun kelangkaan masih saja terjadi, namun tidak sesering pada era sebelumnya.
Dalam hal produksi, pestasi Pertamina lumayan baik. Ketika perusahaan-perusahaan besar dunia yang beroperasi di Indonesia cenderung turun alamiah produksinya ( decline), pada saat yang sama Pertamina justru menunjukkan kenaikan produksi. Coba bandingkan saja, ketika akhir 2008 tingkat produksi minyak sebesar 116,6 MBOD (juta barrel per hari), selanjutnya pada tahun 2009 produksi minyak Pertamina sudah mencapai rata-rata 127,1 MBOPD.

Keinginan menjadikan perusahaan berkelas dunia, setidaknya sudah mulai Nampak. Tahun ini Pertamina merencanakan membangun SPBU di Malaysia dan Australia. Ekspor pelumas sudah dilakukan. Kerjasama untuk mengeksplorasi minyak dilakukan dengan beberapa perusahaan asing.

Saat baru saja dilantik, Karen sudah berani menjanjikan akan bisa mengalahkan Petronas Malaysia jika diberikan fasilitas yang sama. “Kalau Petamina diberi fasilitas seperti Petronas, Pertamina akan jauh lebih besar daripada Petronas. Kalau direksi yang baru ini dipindah ke Petronas, saya yakin Petronas bisa lebih besar daripada yang sekarang ini,” ujarnya.

Hambatan yang dirasakan Pertamina selama ini berupa pelaksanaan Public Service Obligation (PSO), program konversi minyak tanah ke elpji tiga kilogram, dan penarikan deviden sebesar 50% dari laba bersih.

Bu Galaila Karen Agustiawan harus bisa membuktikan, kalau dirinya layak dipertahankan sebagai Dirut dengan mewujudkan Pertamina berkelas dunia (chusnul busro).***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar