Rabu, 07 Oktober 2009

Pertamina Ketemu Lawan.

Hingga saat ini Pertamina masih satu-satunya perusahaan yang mendistribusikan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi seperti minyak tanah untuk masyarakat, premium dan solar untuk kendaraan bermotor. Namun pada tahun 2010 nanti, setidaknya ada empat perusahaan yang menjalankan pelayanan publik ini (PSO / Public Service Obligation). Keempat perusahaan itu adalah PT Pertamina (Persero), PT Shell Indonesia, PT Petronas dan PT AKR Corporation. Kalau selama ini SPBU Shell dan Petronas hanya menjual BBM non subsidi (sejenis Pertamax dan Solar Dex), dimungkinkan juga akan menjual Premium dan Solar subsidi.

Penetapan ini diawali dengan pertemuan umum atau public hearing antara Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) dengan 30 badan usaha. Public hearing diadakan sebagai sosialisasi peraturan baru, sebagai awal proses penunjukan langsung badan usaha yang akan mendistribusikan BBM PSO.

Dari perusahaan yang hadir, ternyata ada 10 perusahaan yang berminat mengikuti tender tersebut, yaitu PT Medco Sarana Kalibaru, PT Aneka Kimia Raya (AKR) Corporation Tbk, PT Bumi Asri Prima Pratama (BAPP), PT Patra Niaga, PT Pertamina (Persero), PT Petro Andalan Nusantara, PT Petrobas, PT Petronas Niaga Indonesia, PT Shell Indnesia dan PT Total Oil Indonesia.

Tender semacam ini sudah dilakukan BPH Migas beberapa kali pada tahun-tahun sebelumnya. Karena tidak ada perusahaan yang dinilai memenuhi persyaratan, maka saat itu hanya Pertamina yang ditetapkan sebagai satu-satunya penyedia BBM PSO dalam negeri.

Setelah dilakukan pemeriksaan kelengkapan dokumen dan verifikasi lapangan, BPH Migas menetapkan keempat perusahaan tadi sebagai pemenang tender. Nantinya, pemenang tender akan mendistribusikan BBM bersubsidi tahun 2010 dengan besaran biaya distribusi dan keuntungan (alpha) yang disepakati Panitia Anggaran DPR.

Dalam draft APBN 2010, volume kuota BBM bersubsidi yang akan didistribusikan tahun 2010 sebanyak 36.504.779 kiloliter (KL), dengan rincian premium 21.454.104 KL, solar 11.250.675 KL dan minyak tanah 3.800.000 KL.

Semenjak awal, Pertamina menyadari kalau suatu saat akan ketemu lawan dalam mendistribusikan BBM subsidi. Undang-undang nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Migas) menetapkan bahwa kegiatan hulu (eksplorasi dan produksi) dan kegiatan hilir (pengolahan, perdagangan dan pengangkutan) dapat dilakukan oleh semua perusahaan yang mempunyai kemampuan.

Walaupun Pertamina lebih dahulu memiliki sarana dan fasilitas distribusi BBM di seluruh nusantara, tetap saja dibuka peluang agar ada pihak lain yang bisa bersaing dengan Pertamina. Pasal 27 UU Migas mengatur, bahwa pada daerah-daerah terpencil, fasilitas Pengangkutan dan Penyimpanan termasuk fasilitas penunjangnya, dapat dimanfaatkan bersama pihak lain. Pelaksanaan pemanfaatan fasilitas diatur oleh Badan Pengatur dengan tetap mempertimbangkan aspek teknis dan ekonomis.

Dengan kata lain, aturan ini mengharuskan fasilitas Pertamina dibolehkan digunakan pihak lain. Yang mempunyai fasilitas di daerah terpencil, kan hanya Pertamina. Sepertinya, Pertamina diharuskan mau mengasuh anak harimau. Walaupun ada kemungkinan si anak harimau menjadi besar dan memangsa pengasuhnya ‘Pertamina’.

Ketika Ari Soemarno menjabat Direktur Utama Pertamina mengatakan, bahwa Pertamina siap menghadapi persaingan dalam mendistribusikan BBM bersubsidi. Asalkan, katanya, perusahaan yang ia pimpin diperlakukan dengan adil. “Jangan Pertamina disuruh mendistribusikan di daerah pinggiran dan sulit yang omzetnya kecil dan biaya distribusi mahal. Sedangkan pihak lain diberikan kesempatan jualan di daerah gemuk dan ramai,” harapnya.

Mengenai fasilitas pengangkutan dan penyimpanan berlebih, Ari Soemarno tidak sependapat kalau sarana yang dimiliki Pertamina diharuskan digunakan oleh pihak lain. “Kami memang memiliki banyak fasilitas distribusi, namun tidak untuk digunakan pihak lain. Lagi pula, kami tidak menganggap fasilitas yang ada berlebih. Kalau toh ada fasilitas yang belum maksimal, itu kan sebagai cadangan”, katanya.

Penetapah harga BBM subsidi selama ini dilakukan berdasarkan harga pasar internasional (MOPS / Mid Oil Plat’s Singapura) ditambah alpha sebagai biaya distribusi dan keuntungan. Awalnya alpha yang diminta Pertamina sebesar 14%. Angka ini dinilai DPR terlalu tinggi, sedangkan Pertamina mengganggap angka ini pantas. Alasannya, di negara lain yang tingkat kesulitas distribusi seperti Indonesia menetapkan alpha sebesar itu. DPR memaksa agar alpha bisa turun agar tidak membebani keuangan negara.

Kalau semula pangsa BBM PSO seratus persen dikuasai oleh Pertamina, kini harus berbagi dengan perusahaan lain. Jika keempat perusahaan pemenang tender BBM PSO ini berlomba menurunkan alpha, maka pendatang baru akan banyak mendapat kesempatan mendistribusikan BBM untuk rakyat. Pertamina harus bisa membuktikan kalau dirinya sanggup menghadapi persaingan (chusnul busro).***

1 komentar:

  1. Tulisan ini terdapat juga di kompasiana.blogspot, dibaca 990 kali

    BalasHapus